Jadi Keynote Speaker ISMFR, Prof. Rokhmin Beberkan 5 Kebijakan Inti Transformasi Biru

Solohitz.com, Yogyakarta– Tantangan eksistensial yang dihadapi umat manusia di Abad ke-21 ini adalah bagaimana menghasilkan pangan, energi, air, sandang, perumahan, produk farmasi, mineral, jasa lingkungan, dan kebutuhan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terus meningkat secara berkelanjutan di Planet Bumi yang lingkungannya semakin rusak.

Sejak awal abad ke-20, perikanan tangkap dan akuakultur telah memainkan peran penting dalam menyediakan makanan (terutama protein hewani), meningkatkan nutrisi dan pola makan sehat, menyediakan mata pencaharian, dan mengentaskan kemiskinan di seluruh dunia. Secara global, makanan akuatik (ikan dan biota akuatik lainnya) yang diproduksi melalui perikanan tangkap dan akuakultur menyediakan sekitar 17 persen protein hewani, dan mencapai lebih dari 50 persen di beberapa negara di Asia dan Afrika.

Menurut Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan  IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MSc, meskipun degradasi ekosistem perairan (air tawar dan laut) tidak seburuk ekosistem darat,  tetapi, penangkapan ikan yang berlebihan; polusi; degradasi fisik ekosistem danau, sungai, dan pesisir; dan dampak negatif Perubahan Iklim Global di berbagai belahan dunia telah mencapai tingkat yang mengancam keberlanjutan perikanan tangkap dan akuakultur.

“Oleh karena itu, sudah waktunya untuk menghidupkan gerakan Transformasi Biru di seluruh dunia untuk merevitalisasi semua bisnis perikanan tangkap dan akuakultur yang ada, dan secara bersamaan mengembangkan investasi dan bisnis perikanan tangkap dan akuakultur di area baru untuk menghasilkan makanan; produk farmasi, bioenergi, dan produk air terbarukan lainnya; untuk menciptakan pekerjaan yang baik; dan untuk memberantas kemiskinan dengan cara yang inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan,” kata Prof. Rokhmin Dahuri sebagai keynote speaker session 1 The 5th International Symposium on Marine and Fisheris Research (ISMFR)  tentang “Perikanan dan Akuakultur Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan Global” yang digelar oleh UGM di Yogyakarta, Senin (24/7/2023).

Lima Kebijakan Inti Transformasi Biru

Pada tataran praktis, kata Prof. Rokhmin yang juga presiden Masyarakat Akuakultur Indonesia,  Transformasi Biru terdiri dari lima kebijakan inti. Pertama , pengelolaan yang efektif, bertanggung jawab, dan berkelanjutan dari semua perikanan tangkap di seluruh dunia untuk menangkap (menghasilkan) ikan dan biota air lainnya yang berkelanjutan secara bio-ekologis, dan sosial-ekonomi membuat semua nelayan sejahtera secara berkelanjutan.

Kedua , intensifikasi (revitalisasi), perluasan, dan diversifikasi budidaya untuk menghasilkan ikan, krustasea, moluska, alga, invertebrata, dan biota lainnya secara inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

Ketiga , penguatan dan peningkatan teknologi pengolahan dan pengemasan ikan, krustasea, moluska, alga, invertebrata, serta flora dan fauna air lainnya yang dihasilkan oleh perikanan tangkap dan budidaya. Hal ini untuk meningkatkan nilai tambah dan multiplier effect ekonomi perikanan tangkap dan budidaya,” kata Prof. Rokhmin yang juga anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pembangunan Pesisir dan Laut Berkelanjutan, dalam rilis yang diterima Solohitz.com.

Keempat , memperkuat dan mengembangkan industri bioteknologi perairan (Lundin dan Zilinskas , 1993; Attaway dan Zaborsky , 1993) yang meliputi tiga bidang: (1) bioprospeksi dan ekstraksi senyawa bioaktif dan zat lain dari biota perairan yang dihasilkan baik oleh perikanan tangkap maupun budidaya sebagai bahan baku berbagai industri antara lain makanan dan minuman fungsional, farmasi, kosmetik, dan bioenergi; (2) rekayasa genetika yang meliputi pengurutan DNA dan rekombinan DNA untuk menghasilkan indukan dan benih berkualitas tinggi; dan (3) rekayasa genetika mikroba untuk membersihkan (menetralisir) pencemaran di lautan, laut, danau, sungai, dan ekosistem perairan lainnya.

Kelima , meningkatkan rantai nilai untuk memastikan kelayakan ekonomi, sosial, dan lingkungan dari perikanan tangkap, akuakultur, industri pengolahan ikan, dan industri bioteknologi perairan, dan mengamankan hasil gizi.

“Patut dicatat bahwa teknologi dan metode yang digunakan dalam lima kebijakan inti tersebut harus nol limbah dan nol emisi Gas Rumah Kaca, hemat sumber daya, dan ketahanan terhadap Perubahan Iklim Global, tsunami, gempa bumi, dan bencana alam lainnya. Terakhir, semua kebijakan politik-ekonomi termasuk stabilitas politik, fiskal, moneter, pinjaman bank, pajak, perdagangan, iklim investasi, dan kemudahan berusaha harus kondusif bagi Transformasi Biru,” papar Prof. Rokhmin Dahuri  yang juga Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2010 – 2014; dan 2020 – sekarang).

Artikel Terbaru

Artikel Terkait