Mengapa Membangun Minimum Viable Audience (MVA) Penting Sebelum Membuat Minimum Viable Product (MVP)

Galih Setiawan Nurohim menekankan pentingnya pendekatan Minimum Viable Audience (MVA) dalam membangun produk yang relevan dan berdaya saing. Di dunia startup yang dinamis, konsep Minimum Viable Product (MVP) telah lama menjadi dasar dalam mengembangkan produk baru, terutama melalui metode Lean Startup yang diperkenalkan Eric Ries. Meskipun pendekatan MVP mengajarkan kita untuk “Build, Measure, Learn, Repeat,” metode ini memiliki kelemahan besar karena seringkali didasarkan pada asumsi tentang pasar. Di sinilah, menurut Galih, pendekatan MVA hadir sebagai solusi yang lebih kuat, dengan membentuk audiens awal yang terlibat untuk memahami kebutuhan nyata mereka sebelum mengembangkan produk lebih lanjut.

Pelajaran dari Kegagalan: Langsung Membuat MVP Tanpa Audiens

Galih Setiawan Nurohim berbagi pengalamannya dalam menghadapi kegagalan karena langsung membuat MVP tanpa terlebih dahulu memiliki audiens yang cukup kuat. Dalam upayanya menciptakan e-course learning, Galih membangun produk tanpa pemahaman mendalam mengenai kebutuhan pasar. Harapan untuk langsung menarik minat pasar tanpa riset yang cukup ternyata tidak sesuai ekspektasi, dan produk tersebut akhirnya gagal. Dari pengalaman ini, Galih menyadari pentingnya membangun audiens yang solid sebelum mengembangkan produk lebih lanjut. Kini, melalui akun Instagram cumangitucom, ia mulai menerapkan pendekatan MVA dengan fokus pada interaksi langsung bersama audiens untuk memahami minat dan kebutuhan mereka.

Apa Itu Minimum Viable Audience (MVA)?

MVA adalah kelompok audiens awal yang tertarik pada ide dan visi yang kita tawarkan. Menurut Seth Godin, seorang ahli pemasaran, pendekatan ini disebut “Smallest Viable Audience,” yang mengajarkan bahwa “pemasaran adalah langkah pertama yang kita lakukan, bukan yang terakhir.” Galih Setiawan Nurohim mengaplikasikan prinsip ini dengan membangun komunitas cumangitucom untuk mengumpulkan umpan balik nyata dari audiens potensialnya. Dengan cara ini, ia bisa mengidentifikasi kebutuhan pasar sebelum meluncurkan produk, mengurangi risiko kegagalan, dan memastikan produk yang dibuat benar-benar memiliki relevansi dan dukungan dari audiens yang tepat.

Langkah-langkah Membangun MVA Berdasarkan Pengalaman di cumangitucom

Jika Anda tertarik untuk membangun MVA sebelum menciptakan produk, berikut adalah langkah-langkah yang diikuti Galih Setiawan Nurohim dalam mengembangkan komunitas audiens di akun Instagram cumangitucom:

  1. Mulai dengan Visi atau Pertanyaan, Bukan Produk
    Alih-alih langsung membuat produk berdasarkan asumsi, mulailah dengan pertanyaan yang berfokus pada kebutuhan audiens. Dalam kasusnya, Galih membuka dialog dengan audiens di cumangitucom dengan pertanyaan seperti “Apa tantangan utama yang dihadapi ketika belajar online?” atau “Materi apa yang paling kalian butuhkan untuk pengembangan keterampilan?” Melalui pertanyaan ini, ia dapat memahami permasalahan nyata yang dihadapi audiens, bukan sekadar asumsi pribadi.
  2. Gunakan Media Sosial untuk Bertanya dan Mendengar
    Media sosial menjadi alat utama untuk bertanya dan mendengarkan audiens secara langsung. Galih memanfaatkan Instagram untuk survei, polling, dan interaksi langsung dengan pengikut. Melalui survei ini, Galih menemukan bahwa audiens lebih tertarik pada konten praktis dan aplikatif. Dengan wawasan ini, ia bisa menyusun konten course learning yang lebih relevan tanpa harus membuat produk terlebih dahulu.
  3. Belajar dan Membagikan Pengetahuan
    Galih membangun hubungan dengan audiensnya tidak hanya melalui mendengarkan, tetapi juga dengan berbagi pengetahuan yang relevan. Berdasarkan wawasan dari audiens, ia mulai membagikan tips belajar, manajemen waktu, dan teknik produktivitas di cumangitucom. Dengan berbagi konten ini, Galih berhasil menarik lebih banyak audiens yang memiliki minat serupa, membangun kepercayaan, dan menciptakan keterhubungan yang lebih dalam. Saat produk siap diluncurkan, audiens sudah merasa terhubung dan lebih terbuka untuk menerima tawaran dari Galih.
  4. Temukan Model Bisnis Berdasarkan Kebutuhan Audiens
    Setelah membangun audiens yang solid, langkah terakhir yang diambil Galih Setiawan Nurohim adalah menciptakan model bisnis yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Interaksi di Instagram memberinya pemahaman yang jelas tentang jenis materi, format, dan harga yang diharapkan audiens. Alih-alih langsung menawarkan e-course berbayar, ia merancang model bisnis yang lebih inklusif, dengan konten gratis untuk menarik minat awal dan versi premium untuk audiens yang membutuhkan materi mendalam. Pendekatan ini memungkinkan Galih untuk memvalidasi model bisnis secara bertahap tanpa terikat pada satu jenis produk.

Penutup

Pengalaman Galih Setiawan Nurohim dalam mengembangkan MVA melalui cumangitucom menunjukkan bahwa audiens adalah aset utama dalam pengembangan produk. Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, risiko kegagalan dapat diminimalisasi dan produk yang dihasilkan menjadi lebih relevan serta bernilai bagi pasar. Melalui pendekatan MVA, Galih membuktikan bahwa memulai dari audiens, bukan produk, adalah kunci untuk menciptakan bisnis yang berkelanjutan dan berdaya saing di dunia startup yang dinamis.

Artikel Terbaru

Artikel Terkait