Surakarta_Pernahkah Anda menuliskan ulasan setelah berkunjung ke tempat wisata? Misalnya di Tripadvisor, Google Review, atau platform serupa? Kalimat-kalimat singkat seperti, “Tempatnya indah banget!” atau “Sayang, terlalu ramai” ternyata menyimpan makna yang sangat dalam, dan bagi pelaku pariwisata, komentar seperti ini adalah harta karun data.
Sebagai dosen dan peneliti di bidang sistem informasi yang fokus pada sektor pariwisata,
saya selalu tertarik untuk memahami, apa sebenarnya isi hati wisatawan? Dan apakah mungkin teknologi, dalam hal ini kecerdasan buatan, membantu kita membaca perasaan
mereka lewat komentar-komentar sederhana? Membaca Wisatawan Lewat Komentar Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya mengumpulkan lebih dari 2.000 ulasan tentang Candi Borobudur, ikon pariwisata Indonesia yang tak hanya megah secara visual, tetapi juga kaya akan makna sejarah dan budaya.
Namun tantangannya bukan pada jumlah, melainkan pada klasifikasi, mana komentar positif, netral, dan negatif? Manual? Terlalu lama. Maka saya melibatkan semi-supervised learning, teknik pembelajaran mesin yang hanya memerlukan sedikit data berlabel untuk memprediksi sisanya. Saya gunakan Multinomial Naïve Bayes, salah satu algoritma klasik namun andal untuk tugas klasifikasi teks.
Hasil awal cukup baik. Tapi muncul tantangan lanjutan, ketimpangan kelas. Mayoritas
komentar bernada positif, sementara yang netral dan negatif jauh lebih sedikit. Ini membuat algoritma “berpihak” pada yang dominan, seperti menebak semua rasa es krim sebagai cokelat karena 90% sampel memang cokelat.
Solusi Data Tak Seimbang, SMOTE Untuk mengatasi itu, saya gunakan teknik SMOTE (Synthetic Minority Oversampling Technique), yakni metode untuk menggandakan data minoritas secara statistik. Hasilnya mengejutkan, akurasi model naik dari 60% menjadi 83%. Sebuah lompatan besar yang membuktikan, kualitas data itu krusial, bukan cuma jumlahnya. AI, ChatGPT, dan Peran Teknologi Menariknya lagi, saya juga melibatkan ChatGPT dalam tahap prapemrosesan dan pelabelan data. Awalnya hanya eksperimen, namun ternyata cukup membantu mempercepat proses.
Tentu saja, masih perlu validasi manual, karena konteks bahasa kadang tidak bisa dipahami sepenuhnya oleh AI. Tapi secara efisiensi, sangat membantu. Dari Data Menuju Pengalaman Wisata Lebih Baik Bagi saya, penelitian ini bukan sekadar urusan angka akurasi atau eksperimen AI. Ini tentang bagaimana kita bisa memahami suara-suara hati wisatawan yang selama ini tersembunyi di balik komentar-komentar sepele.
Komentar seperti “Tempatnya adem dan tenang” atau “Terlalu banyak pedagang yang
memaksa” adalah refleksi dari pengalaman yang nyata. Dan jika data ini dikelola dengan
baik, maka pengelola destinasi wisata seperti Candi Borobudur bisa membuat keputusan yang lebih tepat, baik dalam pelayanan, pengelolaan pengunjung, hingga kebijakan jangka
panjang.
Sebagai bangsa yang begitu kaya akan destinasi wisata, kita juga harus menjadi bangsa yang kaya akan pemahaman terhadap pengalaman wisatawan. Dan, siapa sangka, semuanya bisa dimulai dari komentar singkat di internet?