Jakarta – Mendengar kata quantum, banyak orang mungkin langsung teringat trauma pelajaran fisika SMA atau adegan di film Avengers: Endgame. Namun, percaya atau tidak, quantum kini bukan lagi sekadar urusan layar bioskop. Teknologi ini sudah hadir dalam dunia nyata, masuk ke ranah akademik, dan bahkan melibatkan pejabat negara untuk menandatangani kerja sama strategis.
Hal tersebut tampak dalam acara Qiskit Fall Fest 2025, yang berlangsung pada Selasa (30/9) di Aula Cyber University, Jakarta Selatan. Acara ini bukan hanya menjadi forum diskusi serius tentang masa depan komputasi quantum, tetapi juga menandai terjalinnya kerja sama antara Cyber University dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Melalui Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani kedua pihak, ruang lingkup kolaborasi mencakup pendidikan, riset, pelatihan, hingga penguatan keamanan siber quantum. Intinya, kerja sama ini bertujuan agar Indonesia tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga mampu membangun kapasitas sendiri untuk menghadapi ancaman di era post-quantum cryptography.
Rektor Cyber University, Gunawan Witjaksono, Ph.D., menegaskan pentingnya langkah ini.
“Hari ini kita bukan hanya bicara masa depan quantum, tapi juga memastikan ekosistem keamanan digital Indonesia siap menghadapi tantangan baru. Kolaborasi dengan BSSN adalah langkah nyata untuk membangun kapasitas, riset, dan SDM di bidang keamanan siber kuantum,” ujarnya.
Sementara itu, Y.B. Susilo Wibowo, Sekretaris Utama BSSN, menekankan bahwa kolaborasi ini memiliki arti strategis.
“Kami melihat Cyber University sebagai mitra penting untuk mencetak talenta digital yang kuat dan inovatif. MoU ini diharapkan menjadi dasar kolaborasi yang konkret dalam lima tahun ke depan,” tuturnya.
MoU tersebut berlaku selama lima tahun, dengan target dalam enam bulan pertama harus sudah ada minimal satu Perjanjian Kerja Sama (PKS). Artinya, kesepakatan ini tidak boleh berhenti pada seremoni penandatanganan semata, melainkan harus diwujudkan dalam program nyata.
Langkah ini sekaligus menjadi sinyal bahwa Indonesia tidak bisa hanya menjadi penonton perkembangan quantum computing di luar negeri. Namun, tantangannya tidak ringan. Di saat isu kebocoran data sederhana masih sering terjadi, persiapan menghadapi era post-quantum cryptography jelas membutuhkan kerja keras, komitmen, dan eksekusi nyata.
Seperti kata pepatah, masa depan bukan untuk ditunggu, melainkan untuk dijemput. Semoga MoU antara Cyber University, sebagai The First Fintech University in Indonesia, dan BSSN benar-benar menjadi pondasi bagi lahirnya talenta digital serta sistem keamanan siber yang siap menghadapi era quantum—yang mungkin memang lebih rumit dari skripsi bab tiga.